MODUL 3.1
KONEKSI ANTAR MATERI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS
NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN
Oleh : Ahmad Hadziq Zaka
Membaca
sebuah kutipan karya Bob Talbert dalam (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best). Yang berbunyi :
“Mengajarkan
anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama
adalah yang terbaik”
mengingatkan saya sebagai guru tugas
utamanya adalah tidak hanya sekedar mengajarkan materi secara teori dan bagaimana
meningkatkan kemampuan kognitif murid, namun membekali dan menuntun murid
dengan bekal nilai-nilai kebajikan adalah lebih utama untuk masa hidupnya di
masa nanti. Hal yang lebih uatma dan berharga tersebut adalah budi pekerti. Apa
gunanya kognitif yang tinggi jika murid tak memiliki budi pekerti. Namun
andaikanpun murid tidak memiliki kognitif yang tinggi, namun budi pekerti
tertanan dalam karakter berkehidupan, maka kebahagiaan dan keselamatan hidup murid
akan tercapai.
Agar mampu
menuntun murid tumbuh dan berkembang menuju budi pekerti yang luhur, guru harus
mampu menerapkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan yang
dapat berdampak pada lingkungan. Dalam penerapannya kita hendaknya menjunjung
tinggi nilai-nilai kebajikan dalam setiap pengambilan keputusan yang melibatkan
kepentingan bersama. Bentuk kontribusi sebagai seorang pemimpin pembelajaran
adalah menuntun murid untuk mengambil keputusan yang berbasis nilai-nilai
kebajikan. Menerapkan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip dan 9 langkah
pengujian dalam mengambil keputusan merupakan strategi agar kita sebagai
pemimpin maupun murid dapat mengambil keputusan yang terbaik.
Georg
Wilhelm Friedrich Hegel mengatakan :
Education is the art
of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
Ungkapan diatas
bermakna bahwa pendidikan yang merupakan tempat bertemunya guru dan murid adalah
sebagai tempat untuk pembentukan karakter, pembentukan prilaku yang
mengedepankan etika dalam bentuk prilaku yang berudi pekerti luhur. Disini
adalah tempat pemupukan nilai-nilai kebajikan agar senantiasa tertanam dalam
sanubari murid. Sehingga setelah menempuh pendidikan, murid akan mampu
mengambil keputusan mendasar pada nilai-nilai kebajikan.
Filosofi Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan sebutan Pratap Triloka adalah seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mempunyai jiwa "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" yang artinya di depan memberikan teladan, di tengah memberi motivasi dan di belakang memberikan dorongan. Keterkaitan pengambilan dengan pratap triloka ini, guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya memberikan contoh teladan dalam pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, keputusan mendasarkan pada nilai-nilai kebajikan, dan keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan.
Guru sebagai sebagai seorang pemimpin pembelajaran sudah seharusnya menanamkan nilai-nilai kebajikan dalam diri. Sehingga dalam mengambil keputusan selalu didasarkan pada nilai kebajikan tersebut. Dengan mendasarkan pada nilai kebajikan akan terlihat keputusan yang mencerminkan pribadi yang bersangkutan. seorang pemimpin senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam pross pengambilan keputusan, disini peran guru diharapkan dapat menuntun murid dalam memilih apa yang mereka minati agar dapat mengembangkan potensi dirinya. Kemudian Guru hendaklah mempunyai sifat "Handayani" atau among yang berarti mengasuh dan memberikan dorongan kepada murid dengan penuh cinta kasih. dalam pengambilan keputusan guru berperan sebagai coaching dalam penyelesaian masalah.
Dalam upaya
meningkatkan proses pembelajaran perlu hadirnya coaching (bimbingan) dari pendamping
atau fasilitator. Dengan strategi coaching dari fasilitator maka potensi
seseorang sebagai pemimpin pembelajaran dapat digali secara maksimal sehingga
dalam pengambilan keputusan dapat lebih efektif serta mengarah pada hal-hal yang
positif dan berpihak pada murid dan bertanggungjawab.
Seorang pendidik yang memiliki kompetensi sosial dan emosional baik akan dapat mempertimbangkan setiap keputusan dengan lebih bijak. Pengelolaan emosi, pikiran dan perilaku secara efektif dapat memunculkan keputusan yang bijak dan bertanggung jawab. Kemampuan untuk memahami segala permasalahan dari berbagai sisi akan memunculkan rasa empati dan pengelolaan diri dengan kesadaran penuh (Mindfulness) akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Dengan kematangan sosial dan emosional seorang pengambil keputusan akan terbentuk suatu kesadaran dan kesiapan jika dihadapkan pada berbagai pilihan, konsekuensi yang akan terjadi dan meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu melihat permasalahan yang dihadapi tergolong dilema etika atau bujukan moral. Pemimpin yang baik jangan sampai memutuskan sesuatu karena bujukan moral. Dengan dimilikinya nilai inovatif, kolaboratif, mandiri dan reflektif seorang pemimpin akan dapat menuntun muridnya atau rekan sejawatnya untuk dapat mengenali potensi yang dimiliki dalam menghadapi masalah dan mengambil kuputusan.
Dengan nilai yang dimiliki pendidik yang membentuk budaya positif tersebut dapat mengidentifikasi studi kasus yang ada apakah itu dilema etika atau bujukan moral sehingga pengambilan keputusan akan berdampak baik juga bagi orang lain. Khususnya ketika menghadapi kasus dilema etika. Kasus yang dari dua sisi bernilai kebajikan yang sama benarnya, maka sebagai seorang pengambil keputusan harus memiliki kematangan sosial dan emosional yang baik agar dapat melihat dari berbagai sisi dengan netral, sehingga dapat mengambil keputsan dengan tepat.
Pada pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika, nilai-nilai yang dianut sebagai seorang pendidik yaitu kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup dengan berpegang teguh pada nilai-nilai tersebut. Maka sebuah keputusan yang diambil diharapkan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip berpusat pada murid serta mendorong terwujudnya iklim pendidikan yang positif. Pengambilan keputusan yang tepat tentunya akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi apakah permasalahan itu termasuk kasus dilema etika ataukah bujukan moral. Tentunya jika itu merupakan dilema etika maka paragidma yang digunakan adalah 4 paradigma dilema etika. Dengan memegang 3 prinsip berpikir berbasis peraturan, hasil akhir, dan rasa peduli maka pengambilan keputusan hendaknya melewati 9 langkah pengujian. Ahar dalam proses pengambilan keputusan tidak ada pihak yang dirugikan atau keputusan yang diambil dapat berdampak baik bagi semua pihak.
Tantangan yang
muncul ketika harus mengambil suatu keputusan adalah (I) jika kita dihadapkan
pada kepentingan orang banyak, terkadang perbedaan pendapat dalam pengambilan
keputusan membuat suatu masalah menjadi suatu bujukan moral, (2) adanya ketidakpuasan
terhadap keputusan yang telah diambil, (3) Penolakan terhadap keputusan dapat
terjadi. Sehingga perlu keteguhan pada diri seorang pemimpin untuk
mempertahankan keputusannya.
Pengambilan
keputusan yang tepat tentunya akan berpengaruh pada terciptanya lingkungan yang
positif, kondusif, aman dan nyaman. Lingkungan yang telah tercipta baik ini
menjadi lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang
memerdekakan murid. Peserta didik dalam satu kelas adalah beranekargaman. Konsekuensi
dari kebergaman murid adalah munculnya potensi murid yang beragam pula. Untuk
memberikan pembelajaran yang memerdekakan murid karena murid memiliki potensi
yang beragam, maka guru harus melakukan proses pembelajaran yang mengcover
potensi murid dengan melakukan pembelajaran berdiferensiasi.
Keputusan yang
diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran harus memperhatikan efek jangka
panjang keputusan tersebut, khususnya efek kepada murid. Setiap keputusan harus
melalui kajian dan diskusi serta dipikirkan dengan matang atas nilai-nilai
kebajikan yang ada. Suatu keputusan harus melalui 4 paradigma dilema etika, memegang
3 prinsip pengambilan keputusan dan melewati 9 langkah pengujian. Keputusan ini
menjadikan murid sebagai tujuan utama dari setiap keputusan yang diambil
di sekolah sebagai institusi moral.
Keterkaitan
modul 3.I dengan modul-modul sebelumnya adalah dalam pengambilan
keputusan seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya berpihak kepada
murid sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Dengan nilai mandiri, reflektif,
kolaboratif dan inovatif yang dimiliki seorang guru semestinya dapat membentuk
budaya positif dalam pembelajaran. Karena murid hadir dengan perbedaan potensi
yang ada pada dirinya maka pengambilan keputusan dalam pembelajaran
berdeferensiasi sangat penting. Pengambilan keputusan harus berdasar pada nilai-nilai
kebajikan, bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi, dan berpihak pada
murid. Tentunya dalam proses pengambilan keputusan ini mengedepankan 4
paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujian
keputusan yang dipadukan kompetensi sosial emosional dan coaching pada diri
pengambil keputusan. Sehingga keputusan yang diambil dapat meningkatkan potensi
yang dimiliki oleh murid.
Ada dua jenis kasus yang umum kita temui yaitu dilema etika dan bujukan moral. Kasus dilema etika adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana keduanya merupakan pilihan yang benar secara moral namun saling bertentangan. Sedangkan bujukan moral adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah. Terdapat 4 paradima pengambilan keputusan yaitu individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang. Dalam mengambil keputusan sseorang pemimpin pembelajaran dapat mendasarkan pada 3 prinsip yaitu berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat dapat dilakukan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusaan: (I) menggali nilai-nilai yang saling bertentangan, (2) menentuakan siapa yang terlibat dalam situasi ini, (3) kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, (4) pengujuan benar salah, (5) pengujuan paradigma benar lawan benar, (6) melakukan prinsip resolusi, (7) investigasi opsi trilema, (8) buat keputusan, dan (9) lihat lagi keputusan dan refleksikan.
Sebelumnya mempelajari modul 3.1, saya pernah mengambil keputusan dalam situasi kasus dilema etika. Saat mengambil keputusan berbagai pertimbangan saya lakukan sehingga saya berani memutuskan. Saat itu saya belum mengetahui tentang teorinya, namun ternyata apa yang saya lakukan adalah mengarah dengan modul yang saya pelajari. Setelah saya mempelajari modul 3.1 saya semakin paham tentang bagaimana pengambilan keputusan yang terbaik ketika menghadapi kasus serupa. Serta semakin mantap dalam mengambil keputusan tersebut. Berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Setelah
mempelajari modul 3.1 saya semakin paham tentang pengambilan keputusan yang
baik. Dalam mengambil suatu keputusan harus dilakukan dengan cermat tergantung
situasi apa yang sedang dihadapi. Pengambilan keputusan harus selalu didasarkan
pada nilai-nilai kebajikan serta keberpihakan kepada murid menjadi hal yang
selalu diprioritaskan.
Mempelajari
modul 3.1 ini sangat penting, tak hanya sebagai seorang pemimpin, tetapi
sebagai seorang individupun juga harus dapat mengambil keputusan yang bijak
dengan langkah yang bijak agar kehidupan selalu berada dalam jalan kebajikan. Jangan
sampai kita sebagai seorang pemimpin mampu mengambil keputusan yang bijak namun
tatkala memutuskan untuk diri sendiri malah tidak sesuai dengan nilai kebajikan
ataupun sebaliknya. Sehingga disini sangat pentinya mempelajari modul ini agar
kita sebagai seorang individu dan sebagai seorang pemimpin mampu mengambil
keputusan yang bijak dan tepat.
Komentar
Posting Komentar