Jurnal Refleksi Dwimingguan

MODUL 2.3

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh:

AHMAD HADZIQ ZAKA

CGP Angkatan 5 Kabupaten Semarang

Sabtu, 8 Oktober 2022

Terhitung mulai 23 September kegiatan CGP Angkatan 5 memasuki modul 2.3 dengan judul “Coaching Untuk Supervisi Akademik”. Sekilas dari judul tersirat ini tentunya erat kaitannya dengan tugas sebagai kepala sekolah untuk melakukan supervisi terhadap kegiatan pembelajaran guru di sekolah sebagai seorang supervisor. Tentunya mempunyai tujuan sebagai upaya untuk memetakan, menilai, atau meningkatkan kompetensi guru dalam menuntun murid dalam pembelajarnnya.  Ternyata bukan mempelajari sebagai sosok penilai rekan kerja, disini untuk berlatih membangun komunikasi yang empatik dan memberdayakan sebagai seorang pemimpin pembelajaran dan kepala sekolah dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakan komunitas sekolah pada ekosistem belajar di mana saya bertugas.

Di modul ini saya mendapatkan beberapa materi yang sejalan dengan pemikiran filosofis pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan perkembangan pendidikan Abad ke-2. Yakni penguatan paradigma berpikir Among, prinsip coaching, kompetensi inti coaching, alur percakapan TIRTA dan supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching.

Memasuki tahapan mulai dari sendiri disuguhi berbagai pertanyaan reflektif tentang pengalaman saya saat di supervisi oleh kepala sekolah, perasaan ketika diobservasi, pengalaman saat pasca kegiatan observasi, proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri berkembang sebagai seorang pendidik, posisi diri sehubungan dengan gambaran ideal dari skala 1 s/d 10, dan aspek apa saja yang saya butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal. Pertanyaan reflektif saya jawab dengan membuka kembali ingatan tentang kegiatan supervisi dan observasi yang selama ini saya alami.

Pada tahap eksplorasi konsep yang dilaksanakan secara mandiri, terbuka mata tentang makna supervisi yang memberdayaakan seorang pendidik adalah yang dikombinasikan dengan coaching. Memaknai coaching sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee.  Berbagai pertanyaan muncul terekspresikan dengan adanya forum diskusi pada eksplorasi konsep selama dua hari yakni 26-27 september 2022. Pada forum diskusi secara asinkronous saling berkomentar dengan rekan CGP lain menambah wawasan dan pemahaman tentang materi coaching. Semangat untuk mempelajari materi ini semakin yakin dengan adanya umpan balik konstruktif dari fasilitator yakni bapak Sahroni.

Kamis tanggal 29 September 2022 pada sesi ruang kolaborasi yang di mulai pukul 15.15 WIB bersapa maya dengan fasilitator (Sahroni), pengajar praktik (Eka Yudha), dan rekan CGP kelompok 5 Kabupaten Semarang yang tergabung dalam kelas 05.079 F mendapatkan pencerahan dan refresh kembali materi dalam modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik. Pada sesi ini kami mendapatkan tugas untuk berlatih melakukan coaching kepada rekan CGP lain. Pada tugas ini saya bersama bu Wahyu bergantian peran menjadi coach dan coachee. Melakukan coaching dalam waktu 10 sampai 15 menit ternyata bukan hal yang mudah. Hal ini dikarenakan masih canggung akan bagaimana penerapan coaching khususnya menggunakan alur TIRTA. Pada saat menjadi coach, membuat pertanyaan berbobot secara langsung dari hasil menyimak adalah membutuhkan latihan dan ketajaman berpikir agar sebagai coach mampu menggugah lawan bicara untuk berpikir merenung dan menemukan solusi dari masalahnya. Kebekuan bicara sebagai coach dalam coaching disebabkan masih lemahnya dalam membuat pertanyaan berbobot. Kalau berperan menjadi coachee tidak begitu bermasalah karena hanya mengungkapkan permasalahan yang ada dibenak saja.

Jumat, 30 September 2022 berlanjut ruang kolaborasi untuk praktik coaching  yang harus direkam dalam durasi 10 sampai 15 menit. Pada sesi praktik ini lebih baik dari pada sesi latihan sebelumnya. Kepercayaan diri dan kelancaran berbicara sudah lebih baik. Hasil refleksi saya, alur TIRTA sudah diterapkan dengan lebih baik dan lancer, alokasi waktu sesui dengan yang rencanakan. Peran sebagai Coach sudah lebih baik dalam menggali potensi Coachee dengan kalimat terbuka yang berbobot. Harus belajar lagi membisakan mencoba untuk menggali lebih dalam apa yang diinginkan coachee untuk menemukan keputusan yang bijak, harus lebih fokus lagi mendengarkan apa yang disampaikan coachee, membiasakannya untuk Coaching dengan komunitas praktisi / rekan sejawat / murid yang memerlukan yang coaching. Hal tersulit pada saat berperan sebagai coach adalah menahan emosi diri untuk tidak memberikan solusi, tidak menilai, dan tidak memotong apa yang disampaikan coachee. Hal inilah yang perlu saya tanamkan dalam benak diri agar mampu berperan menjadi coach  yang baik.

Pada saat saya menjadi coachee merasa nyaman dan rileks, seperti mendapat pencerahan dan berkurangnya beban dan kekhawatiran yang ada dalam  pikiran. Merasa punya teman berbagi yang mau mendengar apa yang mengganjal di benak dan ingin saya ungkapkan.  Menjadi yakin atas keputusan yang saya ambil adalah keputusan yang bijak dan tetap dalam koridor menuntun murid menuju kebahagiaan dan keselamatan.

Setelah ruang kolaborasi selesai dan sudah mengunggah hasil rekaman sesi praktik coahing dengan rekan CGP dilanjutkan dengan sesi demontrasi kontektual. Di sesi ini terbagi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 3 orang. Tugas dalam demontrasi kontekstual pada modul 2.3 adalah bergantian peran sebagai coach, coachee dan observer dalam kegiatan coaching selama 20 sampai 30 menit. Alhamdulillah sesi ini lebih baik dan lebih lancer, mulai mampu memunculkan pertanyaan berbobot yang mengalir dari menggali dan mendengar apa yang disampaikan oleh coachee.

Dari mempelajari modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik, memberikan ruang bagi saya untuk berlatih membangun komunikasi dan percakapan yang empatik dan memberdayakan sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakan komunitas sekolah pada ekosistem belajar. Perubahan strategis ini sejalan dengan semangat Merdeka Belajar untuk meningkatkan kualitas kurikulum (standar isi-standar proses-standar penilaian) yang bermakna dan kualitas sumber daya guru dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid. Ini menjadi salah satu langkah saya dalam berproses perjalanan pembelajaran, menjadi seorang pemimpin pembelajar yang berkualitas dan mandiri.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Sunan Kalijogo di desa Jatirejo Suruh kabupaten Semarang

Catatan Lokakarya Orientasi Program Guru Penggerak Angkatan 10 Kabupaten Semarang

Cerita Pengayaan Sains Floem Bikin Galau (kasus mencangkok)