JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF
JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN
MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF
Model Driscoll
Model
ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis
(Driscoll
& Teh, 2001).)
Oleh:
AHMAD HADZIQ ZAKA
CGP Angkatan 5 Kabupaten Semarang
Tanggal 12 Agustus 2022 memasuki modul 1.4 dengan judul Budaya Positif.
Modul ini terbuka dan harus dipelajari diwaktu yang bersamaan dengan tugas
utama sebagai guru yang sangat padat. Khususnya persiapan untuk menghadapi
perayaanHUT RI yang ke-77. Baik di sekolah padat jadwal diantara mengajar dan
persiapan untuk lomba-lomba dan pelaksanannya, Begitu pula persiapan acara di
rumah menjelang perayaan HUT negeri tercinta.
Mencoba membuka LMS modul 1.4 dengan judul
Budaya Positif muncul perasaan galau di diri, sudahkah saya berada dibudaya
yang positif? Sudahkah saya berperan menciptakan budaya positif? Sudahkan murid
saya berbudaya positif? Bagaimana menciptakan budaya positif di lingkungan
dengan tangan kecil saya? Banyak pertanyaan muncul dari membaca judul di modul
ini. Sehingga tantangan dan semangat untuk mempelajarinya semakin tersulut.
Mengawali dengan eksplorasi diri, pada
modul ini ternyata materinya lebih banyak dibandingkan dengan materi pada modul
sebelumnya. Selain lebih banyak modul ini sangat menantang karena banyak hal
dan bayak ilmu baru ataupun pencerahan atas apa yang telah saya lakukan selama
ini. Membutuhkan waktu dan konsentrasi yang lebih dalam memahami materi yang
ada. Bukan waktu untuk mengeluh, namun disini menyadarkan diri untuk belajar
mengelola waktu diantara kepentingan pribadi, tanggung jawab sebagai guru, dan
tanggung jawab diri untuk senantiasa mandiri belajar untk meningkatkan
kompetensi.
Pada modul ini banyak tantangan yang harus
saya lakoni.
1. Menerapkan
dan membudayakan keyakinan kelas dalam kelas yang saya ampu
2. Menerapkan
restitusi dalam penanganan indisipliner yang saya temui
3. Melakukan
aksi nyata penyampaian ke komunitas praktisi tetang pemahaman konsep saya akan
materi ini, penerapannya kepada rekan sejawat.
2) SO
WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi)
Pada modul ini menemukan pencerahan
dalam menuntun murid, sebagai contoh selama ini ketika mendengar kata
“disiplin”, yang terbayang di benak saya
akan menghubungkan perbuatan itu dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan
pada peraturan. Dan muara dari kata “disiplin” juga sering saya hubungkan
dengan hukuman. Dari modul ini saya mengetahui kalau ini sungguh berbeda,
karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman,
justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak
digunakan sama sekali. Dalam budaya yang ada disekitar saya, makna kata
‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain
untuk mendapatkan kepatuhan sehingga yang ada erat kaitannya dengan ketidaknyamanan.
Namun disiplin adalah bentuk belajar dari dalam diri untuk menggali potensinya menuju sebuah tujuan, apa yang dia hargai.
Sehingga dengan pencerahan tentang definisi disiplin ini menjadi momentum agar
dapat menuntun murid dengan cara yang lebih baik dan lebih tepat lagi.
Pada
modul saya memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan
dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak
pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang tetap berpihak pada murid. Selanjutnya saya
mengeksplorasi suatu posisi dalam
penerapan disiplin, yang dinamakan ‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’
menjalankan pendekatan disiplin yang dinamakan Restitusi. Di sini saya mendalami bagaimana pendekatan Restitusi
fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat
menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka.
Pada
tugas mempraktekkan restitusi dan mendokumentasikannya, disini banyak ilmu yang
saya dapatkan, (1) melakoni sebagai artis untuk direkam adalah hal yang sulit.
Pantas saja kalua ini memang bukan bakat dan profesi saya. Menghapalkan teks ternyata bukan hal yang
mudah untuk dilakukan, berekspresi sambal otak berpikir naskah teks yang harus
lafalkan. Berdialog secara langsung terkendala saya optimal sementara lawan
gagal konsen atau sebaliknya memaksa take gambar yang berkali-kali. (2) membuat
dokumentasi dan berperan diri tidak bias dilakukan secara mandiri. Kegiatan ini
butuh mendapatkan dukungan dari orang lain. Dalam hal ini saya membutuhkan
bantuan tim IT dari SMP Negeri 1 Suruh untuk
mengambil gambar. Namun untuk editing video tetap saya lakukan sendiri sebagai
usaha mengasah kemampuan diri agar mendapatkan peningkatan ilmu dari pengikuti
program guru penggerak. (3) Mempraktekkan langkah segitiga restitusi bersama
anak yang indisipliner membutuhkan pelatihan dan pembiasaan agar apa yang kita
lakukan dalam arah yang benar dan urutan fase segitiga restitusi yang benar.
Pada
tugas mempraktekkan penyusunan keyakinan kelas/sekolah di kelas perlu
kepiawaian guru untuk mengelola kelas agar tujuan untuk membuat keyakinan kelas
mengarah pada keyakinan kelas bukan malah terbentuk peraturan. Selain itu
kemampuan guru untuk mengarahkan arah pembicaraan ke keyakinan kelas butuh
perencanaan. Kalau spontanitas atau tidak terkonsep akan terbentuk keyakinan
kelas yang kurang mengcover semua bentuk disiplin positif dalam lingkungan
sekolah.
Pada
tugas membuat aksi nyata berupa desiminasi pemahaman dan penerapan budaya positif ke rekan sejawat,
disini banyak ilmu yang saya dapatkan; (1) bagaimana prosedur untuk
menyelenggarakan acara di sekolah. Dari perizinan, menyebarkan informasi,
bagaimana mengundang orang lain agar mau dan berminat dalam acara yang kita
buat, bagaimana membuat persiapan materi agar diminati audien. (2) Pada saat tampil
memaparkan materi. Bagaimana tampil dihadapan audien dengan menggunakan
kompetensi andragogi, bagaimana tampil menarik agar audien andragogi larut
dalam acara kita , (3) bagaimana mendokumentasikan acara dengan durasi diatas
60 menit ditengah kondisi alat perekam yang minimalis. (4) perlunya membina jaringan dengan rekan
kerja daan anak didik untuk mengarah pada tujuan yang diinginkan bersama.
Berdasarkan
pengalaman yang saya temukan pada saat
mengerjakan modul ini saya sependapat dengan
pendapat Stephen R. Covey
(Principle-Centered Leadership, 1991) “..bila kita ingin membuat kemajuan
perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita
ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan
kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang
manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek
tertentu tentang realitas”. Pendapat ini menguatkan tekad saya bahwa
keberhasilan bersama akan lebih mudah jika dilakukan bersama oleh seluruh
komponen dalam target yang sama.
3) NOW
WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)
Dalam rangka menciptakan budaya positif, penerapan
disiplin positif dipraktikkan untuk menghasilkan murid-murid yang
berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Dalam
menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya berjiwa kepemimpinan
serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan
lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga
dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki
kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta
nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam
pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat
menjadi pemelajar sepanjang hayat.
sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam
sehingga guru harus mengusahakan sekolah menjadi lingkungan yang aman, menyenangkan,
menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan
demikian, karakter murid dapat tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid
yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu
menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya
terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari
lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Untuk itu perlunya
saya melakukan tindak lanjut dari mempelajari materi ini.
Tindak lanjut yang akan saya lakukan setelah
mempelajari modul Budaya Positif adalah mencoba dan berusaha untuk :
a) Menumbuhkembangkan nilai-nilai
universal berupa profil pelajar Pancasila pada setiap warga
b) Mengarahkan untuk
menumbuhkembangkan perubahan paradigm dari peraturan kelas atau sekolah menjadi
keyakinan kelas atau sekolah agar karkater dan budaya murid dapat tumbuhkembang
dari diri sendiri dana menetap dalam jangka panjang
c) Hukuman bukanlah solusi pemecahan
masalh indisipliner.
d) Menerapkan segitiga restitusi dalam
menangani kasus indisipliner yang ada di lingkungan, baik di lingkungan
sekolah, lingkungan rumah dll.
e) Melakukan pendekatan dengan rekan
sejawat. Mana rekan sejawat yang bisa dan mau diajak melakukan perubahan untuk
menuntun murid dan mencipatakan budaya positif di lingkungan sekolah
f) Perlu belajar ulang materi, merefleksikannya , dan selanjutnya
menerapkan dalam setiap langkah menuntun murid
Komentar
Posting Komentar