PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN
Jurnal Refleksi Dwimingguan
MODUL 3.1
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI
KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN
Oleh:
AHMAD HADZIQ ZAKA
CGP Angkatan 5 Kabupaten Semarang
Selasa, 11 Oktober 2022
Terhitung mulai hari senin 11 Oktober 2022
kegiatan pendidikan CGP Angkatan 5 memasuki modul 3.1 dengan judul “ Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin”. Sekilas dari judul
tersirat akan materi yang dipelajari adalah tentang kinerja sebagai seorang
pemimpin pembelajaran dalam hal ini tugas kepala sekolah. Sebagai seorang
pemimpin dalam
mengemban
salah satu perannya, yaitu mengambil suatu keputusan, khususnya pada
kasus-kasus yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan atau Etika.
Keputusan-keputusan yang diambil secara langsung atau tidak akan menentukan
arah dan tujuan suatu institusi atau lembaga serta menunjukkan nilai-nilai
atau integritas dari institusi tersebut, yang pada akhirnya
berpengaruh kepada mutu pendidikan.
Membaca
dan mempelajari paparan di modul ini menyadarkan diri ternyata bukan hal yang
mudah untuk berposisi sebagai seorang pemimpin dalam mengambil suatu keputusan
dari permasalahan yang dihadapi. Sebagai seorang pemimpin harus berpikir jernih
dan tenang dalam setiap memutuskan. Keputusan yang diambil harus selalu mempertimbangkan
berbagai pemangku kepentingan di sekolah, di antaranya murid, orang tua murid,
guru, yayasan, dan pihak komunitas sekolah.
Bila
kita telusuri lebih dalam, modul ini selaras dan sesuai dengan prinsip-prinsip
Standar Nasional Pendidikan, khususnya pada standar pengelolaan. Seorang
pemimpin hendaknya memahami nilai-nilai kebajikan yang tertuang dalam visi dan
misi sekolah, berkepribadian serta berkinerja baik dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan, khususnya dalam mengambil suatu keputusan, hendaknya setiap
keputusan yang diambil tersebut selaras dengan nilai-nilai kebajikan yang
dijunjung tinggi oleh suatu institusi tersebut, yaitu bertanggung jawab dan
berpihak pada murid.
Tahapan
mulai dari diri sendiri ku mulai pada hari Rabu, 12 Oktober 2022. Di tahap
ini dihadapkan pada pertanyaan pemantik
dan pertanyaan reflektif sebagai upaya mengaktifkan pengetahuan awal (prior
knowledge) dan mengamati keterampilan seorang pemimpin dalam pengambilan
keputusan dengan berada di antara berbagai pemangku kepentingan, di antaranya
murid, orang tua murid, guru, yayasan, dan pihak komunitas sekolah. Di LMS ditampilkan
beberapa studi kasus, CGP diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Pengalaman sebagai guru di sekolah
menjadi bekal untuk menjawab pertanyaan yang disajikan, bagaimana saya sebagai
seorang pemimpin pembelajaran mengambil suatu keputusan atau bagaimana saya
melihat pimpinan mengambil suatu keputusan.
Pada tahap eksplorasi konsep yang
dilaksanakan secara mandiri, muncul tanya bagaimana peranan diri saat ini
sebagai seorang pendidik di abad ke 21, dan bagaimana pentingnya seorang
pendidik mempelajari ilmu tentang etika. Mengapa memahami etika atau
nilai-nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya, semakin diperlukan dalam
dunia yang semakin beragam; hal ini berkaitan dengan sekolah sebagai ‘institusi
moral’ yang dirancang untuk membentuk karakter setiap warganya.
Dalam menjalankan perannya, tentu
seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi berbagai situasi dimana ia harus
mengambil suatu keputusan dimana ada nilai-nilai kebajikan universal yang
sama-sama benar, namun saling bertentangan. Situasi seperti ini disebut sebagai
sebuah dilema etika. Disaat itu terjadi, keputusan mana yang akan diambil?
Tentunya ini bukan keputusan yang mudah karena kita akan menyadari bahwa setiap
pengambilan keputusan akan merefleksikan integritas sekolah tersebut,
nilai-nilai apa yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan
keputusan-keputusan yang diambil kelak akan menjadi rujukan atau teladan bagi
seluruh warga sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Pada sesi ruang kolaborasi sesi 1
dilaksanakan tanggal 14 Oktober 2022 mulai pukul 18.30 sampai dengan 21.00 WIB bersapa maya dengan fasilitator (Sahroni),
pengajar praktik (Eka Yudha), dan rekan CGP
kelompok 5 Kabupaten Semarang yang tergabung dalam kelas 05.079 F mendapatkan
pencerahan dan refresh kembali materi dalam modul 3.1 Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.
Di
sesi 1 ruang kolaborasi dibagi kelompok untuk mencari suatu studi kasus yang berisi dilema
etika yang bersumber dari kasus nyata dari salah satu anggota atau diluar
anggota, atau studi kasus nyata yang termuat di sebuah media yang disepakati
menjadi studi kasus kelompok untuk dianalisis. Disini mengupas jenis paradima
yang digunakan dalam studi kasus pilihan, prinsip yang mendasari dan tahapan
pengambilan keputusan yang digunakan untu mengambil sebuah keputusan.
Sabtu,
15 Oktober 2022 berlanjut ruang kolaborasi sesi
2. Kegiatan pada sesi ini berupa presentasi hasil diskusi kelompok. Diskusi
berjalan lancar dan mendapatkan masukan dari kelompok lain begitu juga
penguatan dari fasilitator. Dilema etika yang diusung adalah kasus beberapa
anak yang tidak mencukupi nilai ambang KKM tetapi karena kondisi harus
dinaikkan. Ini kasus yang sering terjadi dan sangat asyik ketika diangkat
sebagai materi diskusi. Disini mendapatkan ilmu berbagi pengalaman dari sekolah
lain dalam hal bagaimanakah keputusan terbaik harus diambil.
Setelah ruang kolaborasi selesai dan
sudah mengunggah hasil diskusi kelompok tentang kasus dilema etika dilanjutkan
dengan sesi demontrasi kontektual. Di sesi ini mendapatkan tugas untuk
melakukan wawancara 2-3 pimpinan (kepala sekolah) di lingkungan sekitar. Hasil
wawancara untuk mendapatkan sebuah wacana tentang praktik pengambilan keputusan
yang selama ini dijalankan. Terutama kasus-kasus yang di mana nilai-nilai
kebajikan saling bersinggungan, atau untuk kasus-kasus dilemma etika yang
sama-sama benar.
Pada kegiatan ini saya
melakukan wawancara dengan dua kepala sekolah. Pertama saya lakukan pada hari
rabu tanggal 19 oktober 2022 dengan Ibu Siti Nur Supiyah, S.Pd., M.Pd selaku
kepala di SMP Negeri 2 Susukan Kabupaten Semarang. Kedua dengan Bapak
Darji, S.Pd EKop sebagai kepala sekolah dimana saya bertugas yakni di SMP Negeri
1 Suruh Kabupaten Semarang yang dilaksanakan pada hari kamis, 20 oktober 2022.
Berbincang dengan kedua kepala sekolah
mendapatkan ilmu dan pengalaman bagaimanakah sikap dan langkah yang harus
dilakukan sebagai kepala sekolah saat menghadapi kasus-kasus yang harus segera
diputuskan. Berbagai kasus yang muncul bisa bersumber dari murid dengan murid,
personal murid, murid dengan guru, guru
dengan guru, ataupun warga sekolah dengan orang tua ataupun dengan masyarakat.
Jika terdapat kasus yang sama-sama
benarnya secara nilai kebajikan maka akan berkoordinasi dengan berbagai pihak
sekolah sebagai pertimbangan. Namun pengambil keputusan adalah kepala sekolah
dengan mengambil keputusan yang berpihak pada nilai kebajikan dan layanan
kepada murid.
Langkah yang dilakukan kepala
sekolah saat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika adalah
dengan mencari sumber informasi akurat yang bersinggungan langsung dengan kasus
tersebut. Sumber dari kedua belah pihak yang bersebrangan sebagai bekal untuk
mendapatkan cara pandang dan nilai kebajikan dari kedua belah pihak. Pada kasus
yang belum menyebar mengkondisikan agar kasus ini cukup pada yang tahu dan
tidak perlu membicarakan dengan yang lain. Hal ini untuk mensikapi agar tidak
berkembang menjadi opini. Namun kepala sekolah tetap menindaklanjuti dengan
pengambilan keputusan.
Langkah procedural yang dilakukan
kepala sekolah dalam membuat keputusan adalah dengan mengajak orang-orang yang
sekiranya berkepentingan atau bersinggungan dengan hal itu. Umumnya walikelas,
kesiswaan, dan guru BK jika kasus dilemma etika masih area sekolah, namun jika
sudah keluar sekolah akan melibatkan orang tua, komite dan bisa jadi ke
kepolisian. Pada kasus dengan dunia media social ada guru yang melek IT yang
membantu sekolah untuk mengcover jika ada penyimpangan atau kasus yang
dilakukan oleh murid.
Kedepan para kepala sekolah ini akan
tetap menggunakan metode dan langkah yang selama ini digunakan untuk tetap
berpijak pada kemanusiaan dan belaskasihan untuk nilai-nilai kebajikan.
Tidak ada jadwal tertentu atau
tatkala dalam menangani kasus dilemma etika, namun keputusan bijak akan segera
diambil pada saat kasus muncul secepat mungkin dan seakurat mungkin. Kecepatan
bersikap ini ditujukan untuk meminimalkan berkembangnya kasus dan segera
teratasinya kasus agar tidak mengganggu aktifitas pembelajaran di sekolah.
Setelah hasil wawancara, saya
melakukan analisis sehubungan praktik pengambilan keputusan dilema etika yang
telah dijalankan oleh kepala sekolah. Hal-hal yang beliau putuskan tidak
mendasarkan pada pola 4-3-9. Yakni konsep 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip
pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian
keputusan. Namun tersirat pola 439 ini dalam langkah pengambilan keputusan
dilema etika. 9 langkah itu ada dalam pengambilan namun tidak terperinci dan
runtut seperti yang dikenal sebagai 9 langkah pengambilan keputusan dan
pengujian keputusan. Namun langkah yang beliau putuskan sama-sama berpijak pada
nilai kebajikan.
Pada prinsip pengambilan keputusan
saya temukan seorang kepala sekolah berpikir berbasis rasa peduli. Terlihat
saat penanganan kasus pada anak yang secara peraturan harus dikeluarkan, namun
keputusan final anak tetap masih dapat melanjutkan sekolah di tempat. Hal ini
karena kepala sekolah memiliki rasa peduli dan belas kasihan kepada anak.
Sekolah memikirkan bagaimana dampak masa depan anak ketika dikeluarkan. Mereka
memberikan kesempatan kepada untuk bertumbuh dan berkembang lebih baik dan
memberikan dampingan di sekolah. Jika anak diputuskan sekolahnya bukan tidak
mungkin justru masa depan anak yang lebih menjadi suram.
Pada penerapan 4 paradigma dilema
etika, terlihat kepala sekolah memutuskan suatu keputusan dengan
memikirkan dampak kasus tersebut baik pada diri yang bersangkutan maupun dampak
bagi sekolah antara dampak jangka pendek melawan jangka panjang. Rasa
keadilan melawan rasa keadilan juga terlihat dalam pengambilan keputusan dalam
dilemma etika yang dialami oleh kepala sekolah. Terkadang memang benar untuk
berpegang teguh pada peraturan, tetapi kadang membuat pengecualian juga
tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat verdasarkan
rasa hormat terhadap keadilan. Pilihan untuk membijaksanai peraturan dapat
dibuat berdasarkan rasa kasihan yang berpihak pada murid.
Hal yang menjadi pelajaran dan dapat
dipetik adalah guru tidak hanya bertugas mengajar dan melaksanakan peraturan
tetapi juga ada tantangan untuk memutuskan dengan memperhatikan hak anak untuk
menerima wajib belajar sembilan tahun. Perlunya bersikap bijaksana dalam
menyikapi peraturan yang telah disepakati yang bertujuan untuk rasa kasihan
dalam kontek kebaikan. Perlunya merapatkan barisan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan untuk satu suara bertujuan untuk menuntun murid. Perlu juga
meyakinkan diri bahwa setiap keputusan selalu ada yang pro dan kontra namun
berketetapan terhadap nilai-nilai kebajikan adalah menjadi dasar pedoman
pengambilan keputusan. Dengan mendapatkan wawasan dari para pemimpin
pembelajaran ini akan saya gunakan sebagai bekal untuk mengambil keputusan dan
kebijakan terhadap murid, sesama kolega guru mulai sejak saat ini dan mulai
dari hal-hal yang kecil agar nilai
ini menjadi karakter pada diri saya.
Komentar
Posting Komentar