Refleksi Modul 1.1. Refleksi Filosofis Ki Hadjar Dewantara

 

Refleksi Dwimingguan

Modul 1.1. Refleksi Filosofis Ki Hadjar Dewantara

Menggunakan Model Deal yang dikembangkan oleh Ash dan Clayton (2009)

1.Description

Tanggal 18 Mei 2022, goresan lukisan dalam prasasti kehidupan saya dimulai. Tanggal ini adalah tanggal pembukaan Program Guru Penggerak (PGP) Angkatan ke-5. Kegiatan dilaksanakan secara daring secara nasional melalui aplikasi zoom dan live youtube. 30 menit sebelum waktu dimulai sudah mencoba bergabung di zoom, tetapi ternyata saat dibuka sudah overload sehingga mengikuti pembukaan melalui live youtube. Pada hari yang sama dengan pembukaan pretes sudah dibuka namun saya tidak segera mengerjakan pretes. Niat hati mengerjakan pretes setelah pulang sekolah. Sore hari menata hati dan pikiran untuk memulai pretes ternyata LMS guru penggerak sedang diperbaiki sehingga urung niat mengerjakan pretes dan menunggu LMS dibuka. Baru esok paginya LMS dibuka dan siap untuk mengerjakan pretes.  Selesai mengerjakan pretes lanjut proses belajar dengan tahapan MERDEKA. Langkah pertama dengan mulai dari diri sendiri bereksplorasi secara maya di LMS. Membaca materi, memutar video, berkomentaar, berkolaborasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi, dan mengerjakan tugas.

Selama pembelajaran di LMS dilakukan secara mandiri dan ada juga vicon dengan teman CGP yang difasilitasi oleh guru pengajar praktik, admin, fasilitator dan Instruktur. Saya di kelas 05.079.F mendapatkan pengajar praktik bapak Eka Yudha Ardianto, fasilitator bapak Sahroni, admin bapak Irfan Hilmi, dan instruktur Ibu M Gita Setyandani. Meskipun hanya bersapa melalui LMS tetapi mereka adalah orang luar biasa yang mampu menginspirasi dengan kesantunan dan kecerdasannya.

 

2. Examination

Pada dwiminggu ini mendapatkan materi modul 1.1 Pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Materi ini sejatinya adalah bukan hal baru di dunia pendidikan Indonesia. Namun dengan mengeksplorasinya secara mandiri dengan dibimbing fasilitator dan instruktur mampu menyentuh hati, ternyata saya masih jauh dari apa yang dipikirkan oleh Ki Hadjar Dewantara.

Terdapat pemahaman yang kurang tepat dalam saya mendefinisikannya pemikiran Ki Hadjar Dewantara selama ini. Seperti ketika mendengar kata guru adalah menghamba kepada murid. Diawal saya menolak hal ini, pemikiran saya kalau yang namanya menghamba itu teribaratkan guru selalu mengikuti apa yang dimau anak. Sementara kondisi anak di kelas adalah kadang terkondisi tidak kondusif dalam pembelajaran, sehingga tidak mungkin untuk mengikuti apa yang dimau. Jika saat pembelajaran, anak ditanya, mau pelajaran atau bercanda. Pastinya mereka minta bercanda, refresing dan semua hal yang intinya tidak pelajaran. Tentunya hal ini saya tolak mentah-mentah. Ternyata yang dimaksud dengan menghamba pada murid disini adalah peran guru untuk memberikan layanan dan dampingan sesuai kebutuhan dan tingkat perkembangan dan minat peserta didik dalam pembelajaran.

Mendengar slogan dari KHD, “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani” adalah semboyan yang sudah lazim di mulut dan pikiran saya. Namun jika dicermati lebih jauh selama in banyak hal yang saya lakukan masih kurang sesuai. Terkadang secara tanpa sengaja saya lakukan. Atas kealpaan pada diri peserta didik, niat hati ingin memberikan teguran atau hukuman, namun yang ada kurang memperhatikan atau tidak menelisik terlebih dahulu mengapa itu dilakukan oleh anak. Menghadapai kelas yang susah diatur, selama ini langkah saya adalah memberikan gertakan diawal. Dengan adanya gertakan diawal di kelas, alhasil pembelajaran dikelas akan berjalan lancar. Namun jika langkah ini diteladani anak, akan sangat berbahaya bagi kehidupan dewasanya.

Mendengar istilah bermain. Saya sangat jarang menggunakan metode bermain pada saat pembelajaran. Menurut saya jika pembelajaran dengan system permainan, anak memang sangat suka dalam pembelajaran, bahagia dengan segala polah tingkahnya, tetapi secara konten pembelajaran akan jauh dari harapan dan saya sangat menguras tenaga.

Selama ini pembelajaran saya tertuju pada konten kurikulum atau hasil belajar. Dimana anak harus mencapai target belajar minimal dengan usaha, cara, metode, media pembelajaran yang bertujuan hasil harus baik. Namun tujuan ini tidak sesuai dengan dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Karena KHD mengatakan anak bukan sebagai kertas kosong yang menanti sang guru menulisnya. Tetapi anak lahir dengan kodratnya, tugas pendidik adalah menebalkan lakunya anak untuk menemukan kebahagian dan keselamatan.

Berkolaborasi dengan orang-orang hebat (rekan CGP, PP, Fasilitator dan Instruktur) membuka mata dan hati bahwa apa yang suadh saya lakukan selama ini kepada anak didik masih jauh dari harapan anak terhadap sang penuntun.

 

3. Articulation of Learning:

Dengan adanya kesalahan dalam memahami dan atau kesalahan konsep dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini maka perlu berbenah diri untuk merencanakan layanan kepada peserta didik.

a.       Merubah mindset tentang tugas guru adalah menghamba kepada murid agar sesuai dengan dasar pemikiran KHD agar mampu memberikan tuntunan menuju kebahagiaan dan keselamatan hidup anak.

b.      Berusaha meningkatkan kesabaran agar mampu menjadi pribadi yang  ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani”. Tak hanya kepada anak tetapi juga kepada rekan kerja dan dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun berada.

c.       Dunia anak adalah dunia bermain. Maka mencoba untuk selalu berusaha mengkombinasikan permainan dengan konten materi yang akan diajarkan.

d.      Sebagai seorang guru harus mampu bebas dari segala ikatan. Dengan suci hati mendekatkan diri dengan anak bukan untuk meminta suatu hak tetapi untuk menghamba pada anak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Sunan Kalijogo di desa Jatirejo Suruh kabupaten Semarang

Catatan Lokakarya Orientasi Program Guru Penggerak Angkatan 10 Kabupaten Semarang

Cerita Pengayaan Sains Floem Bikin Galau (kasus mencangkok)