Jejak langkah Sunan kalijogo di Desa Jatirejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semaranng


Jejak Sunan Kalijogo di desa Jatirejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

ORANG zaman sekarang tidak akan mengira atau mungkin malah terkejut.
Jika di Dusun Kauman, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang adalah salah satu tempat yang pernah disinggahi Sunan Kalijaga. Disini sunan kalijogo membangun masjid yang diberi nama Masjid Bairurrohim.



 
Dalam proses pembuatan masjid ini terdapat tahapan cerita yang didukung dengan petilasan lain, seperti Balai panjang, pemandian kali klewon, tongkat khutbah, wajan, makam platuk bawang, makam sunan jati dan makam Nyai jati

Cerita tentang Jejak langkah Sunan Kalijogo di Jatirejo Suruh Semarang ini adalah sebuah tulisan  yang diangkat dari cerita yang beredar dimasyarakat dan diakui akan kebenarannya. cerita ini,  cerita yang turun temurun disampaikan orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya.

Agar terjaga lestari keberadaan cerita ini saya coba menuliskannya. .........

 Jejak langkah Sunan Kalijogo di Jatirejo Suruh Semarang

Alkisah 1401 tahun saka atau 1479 masehi pembangunan masjid Demak sudah dilaksanakan. Empat wali yakni sunan bonang, sunan gunujung jati, sunan ampel dan sunan kalijogo, mendapatkan tugas untuk membawa soko guru yang besar dengan tinggi tiang 17 meter. 
Tiang soko ini harus segera ditemukan dengan tinggi dan besar yang sesuai dalam waktu singkat karena pembangunan masjid segera akan sampai tahap pemasangan soko guru.
Tatkala semuanya sudah siap dan waktu pendirian soko masjid sudah akan dimulai, soko guru masih kurang satu, kekurangan ini adalah bagian dari tugas sunan kalijogo. Sunan bonang menanyakan kepada sunan kalijogo akan tugasnya menyiapkan tiang soko guru itu. 

Sunan Kalijogo menyanggupi kekurangannya sehingga beliau minta ijin untuk meninggalkan Demak untuk mencari kayu sebagai bahan soko guru.

Beberapa waktu setelah itu ….

Di kaki Gunung Merbabu sebelah timur, Disebuah desa kecil. Angin berdesir, berbisik lembut menggoyangkan daun rerumputan. Nyanyian serangga menambah telarutnya makhluk dalam mimpi di mayapada. Cakrawala bertabur  bintang hangatkan sepinya malam.
Di sebuah balai memanjang tanpa dinding beratapkan genting, dengan 8 tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati glondongan. Balai itu berukuran panjang 5,25 meter dan lebar 2,25 meter, berkumpullah beberapa sosok manusia ditemani lentera minyak untuk tepiskan gelapnya malam. Mereka duduk yang bersila rapi dengan penuh wibawa, gaya bicara yang santun, lembut. Cara berpakaian rapi, bersih, namun tetap bersahaja. Sepertinya mereka adalah para tokoh masyarakat di desa kecil itu. Mereka berbincang membahas sesuatu yang sepertinya sangat serius, tetapi tetap dengan santun seakan tak mau terdengar yang lain, bahkan makhluk-makhluk malampun tak diijinkan mendengarnya.
Dalam perbincangan yang sedang asyik dan tahu kemana arahnya, suasana pecah oleh langkah kaki tiga orang yang mendekat dan suara salam yang terlontarkan dari tiga orang yang datang mendekat menuju balai memanjang tersebut.
“Assalamualaikum….”
“waalaikum salam…” jawaban serempak orang yang ada di dalam balai memanjang itu.
“Monggo Kanjeng Sunan…” salah seorang yang ada didalam balai mempersilahkan duduk dan yang lain menyusun diri duduk bersila melingkar disinari lampu lentera tergantung sebagai penerang malam.
Salah satu tamu yang dipanggil dengan kanjeng sunan ternyata adalah Sunan Kalijogo. Dari temaram lentera minyak tampak Kanjeng Sunan Kalijogo bersurjan lengan panjang dengan garis vertical hitam khas jawa tengah dengan blangkon hitam duduk bersila dengan bersahaja. Sedangkan dua orang yang mengiringinya adalah sunan jati  dan kiai petik bawang.
Dengan suara penuh penentram jiwa membuka semesta pembicaraan.
“Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh….”
“Waalaikum salam waroh matullohi wabarokatuh” serentak orang yang hadir menjawab dengan tetap tertunduk santun.
“Poro sedulur… saat ini islam agama rohmatan lil alamin telah mulai menyebar, sudah saatnya kita mempunyai tempat solat, belajar mengaji dan tempat untuk mengajarkan ilmu-ilmu islam kepada penduduk sekitar. Untuk itu kita harus mendirikan sebuah tempat ibadah….
Diskusi pembicaraan dengan tokoh masyarakat dan pengikut kanjeng sunan kalijogo terus berlanjut hingga tengah malampun menjelang. Dari hasil perbincangan diputuskan malam ini juga akan dibuat bangunan tempat ibadah di desa itu secara sembunyi-sembunyi sampai sebelum fajar datang, agar tidak menimbulkan gejolak pertentangan diantara warga masyarakat, karena saat itu belum banyak beragama islam.
Sunan Kalijaga mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan agama Islam. Dimaklumi, karena pada saat itu pengaruh mistik, animisme dan dinamisme, Hindu dan Budha sangat kuat sekali menguasai masyarakat Jawa. Namun demikian, Sunan Kalijaga dapat menggiring mereka masuk Islam secara halus. Dengan cara memanfaatkan budaya Hindu dan Budha sebagai sarana dakwah.
Sunan kalijogo adalah sosok yang sangat toleran pada budaya local, ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka ia harus di dekati secara bertahap, yakni dengan semboyan mengikuti sambil mempengaruhi.
Sunan kalijogo berkeyakinan jika islam sudah dipahami dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang, hal ini mendasari untuk membuat bangunan ibadah secara sembunyi-sembunyi
Berjalanlah kanjeng sunan kalijogo beserta pengikutnya menuju arah tenggara desa kecil itu, tak berapa lama kanjeng sunan berhenti disuatu lokasi yang terdapat mata air dengan tujuh sumber (yang saat ini dikenal dengan nama kali klewon atau tuk pitu)


Berdasarkan pertimbangan kanjeng sunan yang diutarakan kepada pengikutnya, bangunan akan dibangun disekitar sumber mata air ini, untuk memudahkan bersuci sebelum beribadah. Kemudian kanjeng sunan kembali memutari daerah kali klewon itu untuk menentukan posisi bangunan.
Namun pada saat pencarian lokasi bangunan, kanjeng sunan dikejutkan dengan adanya seorang laki-laki paruh baya yang tak dikenal berada beraktivitas dikebun ditengah kesunyian malam.
“Kisanak….. apa yang kau lakukan ditengah malam begini?” sapa kanjeng sunan
“anu….e….. menebar benih….” Jawab lelaki paruh baya itu.
“benih apa yang kau tabur?” Tanya sunan kalijogo
“Ja….ja….janggleng……” jawab lelaki paruh baya yang dipanggil kisanak oleh sunan kalijogo dengan gugup, kaget dan ketakutan, karena aktivitas yang tak lazim dilakukan di malam hari, ketahuan orang

Sejatinya lelaki paruh baya tersebut menanam biji jagung namun karena kegugupannya ia salah jawab. Maksud hati mengucapkan kata jagung, namun yang terlontar adalah janggleng (biji jati)
Terucap doa sunan kalijogo “  kisanak….semoga benih janggleng yang kau tanam tumbuh menjadi pohon jati yang nantinya menjadi berkah untukmu dan warga desa ini…”
Akhirnya biji jagung yang ditanam tersebut tumbuh menjadi tanaman jati, sehingga daerah itu banyak tumbuh pohon jati dan disebut daerah jaten dan Desa dimana jaten itu berada disebut dengan desa jatirejo. Yang artinya Jaten yang tentram dan damai, masyarakatnya makmur dan tidak kurang sandang pangan.
Alhasil karena lokasi jaten yang dekat dengan kali klewon ketahuan oaring, gagallah maksud membuat bangunan secara sembunyi-sembunyi. Kanjeng sunan kalijogo mengurungkan niatnya untuk membangun tempat ibadah ditempat itu. Sunan kalijogo mengajak rombongan kembali berjalan kea rah barat laut, tak jauh dari situ, sekitar setengah kilometer, sunan kalijogo menghentikan langkahnya dan diikuti oleh pengikutnya.

“Ada apa kanjeng….” Salah satu pengikutnya bertanya.
Kanjeng sunan diam tak menjawab pertanyaan sambil memejamkan mata, kemudian berjalan berputar mengamati daerah itu. Para pengikutnya diam tanpa suara dengan wajah penuh tanda tanya, tak tahu apa yang sedang dilakukan kanjeng sunan kalijogo.
Tak berapa lama kanjeng sunan membuka pembicaraan
“Inilah tempat yang baik untuk membangun tempat ibadah”
“Ayo kita mulai menata tempat ini….!”
Para pengikut sunan kalijogo tak juga bicara hanya diam yang bias dilakukan seolah mengaminkan apa yang dikehendaki oleh kanjeng sunan kalijogo.
Akhirnya pada kamis pagi itulah dengan karomah yang dimiliki sunan kalijogo terbentuklah masjid yang saat ini dikenal dengan nama masjid baiturrohim. Sebuah masjid yang dibangun atas prakarsa sunan kalijogo secara sembunyi-sembunyi dalam waktu semalam.
Bangunan masjid ini memliki arsitektur masjid kuno jawa. Tampak pada bentuk atap tajug limas bersusun tiga, ini mempunyai makna yaitu bahwa seorang yang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya yaitu iman, islam dan ihsan.
Denah bangunan utama bujur sangkar berdiri diatas pondasi pejal yang ditinggikan, terdapat serambi di depan bangunan utama dan atapnya ditopang oleh empat tiang soko guru.
Setelah bangunan masjid terbentuk, pagi harinya kanjeng sunan mengutus seorang pengikutnya yang bernama khotib penawangan untuk menjemput utusan sunan bonang dari Demak yang kebingungan mencari keberadaan sunan kalijogo.
Akhirnya berjalanlah khotib penawangan kearah utara sesuai dengan petunjuk sunan kalijogo. Di desa sebelah bertemulah khotib penawangan dengan sekelompok orang yang sedang kebingungan.
“Assalamualaikum…..” sapa khotib penawangan
“Walaiku salam warohmatullohi wabarokatuh…” jawab salah satu dari sekelompok orang yang kebingungan.
“Kisanak…. Saya amati sepertinya kisanak sedang kebingungan” Tanya khotib penawangan
“Benar….. sudah beberapa hari kami berputar-putar di desa ini untuk mencari seseorang. Kami ingin segera bertemu… untuk menyampaikan suatu pesan…. Tapi sampai saat inipun belum juga kami temukan” jawab salah satu dari rombongan itu.
Apakah engkau sekalian utusan sunan bonang dari Demak?…” tanya khotib penawangan
“Benar…..”
“bagaimana kisanak tahu….. ?”
“Siapakah kisanak?”
“Apakah kisanak sunan kalijogo?”
Pertanyaan beruntun dari sekelompok orang yang mengaku sebagai utusan sunan bonang dari Demak yang kebingungan ingin segera bertemua dengan sunan kalijogo.
“Bukan….. aku bukan sunan kalijogo, tapi aku tahu dimana sunan kalijogo berada” jawab khotib penawangan
“Berkenankah kisanak menghantarkan kami untuk bertemu dengan beliau” Tanya salah satu utusan yang sepertinya adalah pimpinan rombongan itu.
“Mari saya hantarkan” jawab khotib penawangan
Desa dimana utusan kebingungan ingin segera bertemu dengan sunan kalijogo dikemudian hari disebut dengan desa SURUH yang berasal dari kata KESUSU PENGIN WERUH.
Berjalanlah rombongan yang dihantarkan oleh kyai khotib penawangan meninggalkan desa Suruh ke arah selatan. Perjalanan sampai di perbatasan desa suruh sebelah selatan, khotib penawangan merasakan sakit perut yang luar biasa hingga berbunyi glutak-glutuk, yang akhirnya lokasi ini disebut dengan glutuk. Sakit perut dengan bunyi itu berlangsung lama hingga ajal menjemput.
Setelah istirahat sebentar, akhirnya perjalanan dilanjutkan untuk bertemu dengan sunan kalijogo.
Oleh khotib penawangan dihantarkan utusan sunan bonang menghadap sunan kalijogo. Utusan sunan bonang dari demak mengutarakan maksud kedatangnnya, sehubungan dengan satu soko guru untuk pembangunan masjid demak yang disanggupi sunan kalijogo yang belum dikirim, karena akan segera dipasang.
Sunan kalijogo segera beranjak menuju masjid yang baru saja dibangunnya, mencari potongan-potongan kayu, serpihan-serpihan kayu atau tatal dari sisa bangunan masjid. Menyusun dan melekatkan bagian-bagian potongan kayu dengan lem dammar, kemenyam dan blendok, lantas dibalut. Jadilah sebuah tiang dengan tinggi 17 meter dari tatal.
Tiang ini konon menjadi symbol kerukunan dan kesatuan umat islam. Menurut cerita, sewaktu pendirian masjid agung Demak masyarakat islam ditimpa perpecahan antargolongan. Kemudian sunan kalijogo mendapatkan ilham dari Allah untuk menyusun tatal-tatal menjadi sebuah tiang yang kokoh. Yang nantinya dipasang dibagian sebelah timur laut dari soko guru bangunan utama masjid demak.
Setelah terbentuk tiang yang kokoh, sunan kalijogo berpamitan dengan para pengikutnya di desa itu, untuk kembali ke Demak dan menghantarkan soko guru keempat masjid demak.
Sebelum berangkat pergi ke demak sunan kalijogo berpesan kepada pengkiutnya  yang ada di desa itu yaitu sunan jati untuk meneruskan penyebaran agama islam di desa ini. Sunan jati adalah salah satu pengikut sunan kalijogo yang telah membabad alas sehingga menjadi desa jatirejo. Dan menjadikan khotib penawangan sebagai bilal atau muadzin masjid baiturrohim. Khotib penawangan memiliki keistimewaan yakni ketika mengumandangkan adzan meski tanpa pengeras suara, suara adzan dapat terdengar sampai beberapa kilometer.



Makam khotib penawangan dapat ditemukan di sebelah uatara masjid terpisah dari makam umum dan berada di RT 1 Gundi dusun Kauman  Desa Jatirejo, Sedangkan makam sunan jati dan nyai jati sebagai cikal bakal desa jatirejo dapat ditemukan di makam umum sebelah barat masjid baiturrohim
Dari jejak langkah sunan kalijogo dimasa terdahulu, saat ini kita bisa melihat peninggalan beliau :
  1.   Masjid Baturrohim sebagai masjid kebanggaan warga desa Jatirejo
  2. Balai banjang yang  ternyata sarat akan nilai sejarah, Terbentuknya budaya kearifan local dibalai panjang sebagai kunjungan ziarah yang tak hanya di kenal di desa ini tapi juga menyebar sampai di luar desa Jatirejo. Ziarah ini dilaksanakan setiap hari jumat legi
  3. Tongkat khotbah berwujud tombak yang sampai saat ini masih terjaga dan digunakan
  4.  Makam khotib penawangan yang kadang juga disebut kyai petik bawang
  5. Bencet atau jam matahari yang ada disebelah selatan masjid


Demikian cerita Jejak langkah Sunan Kalijogo di Desa Jatirejo, Semoga bermanfaat dan menambah khasanah kebudayaan dan relijius di Indonesia 


 
#Balai panjang#pemandian kali klewon#tongkat khutbah#wajan#makam platuk bawang#makam sunan jati#makam Nyai jati#Cerita#Jejak langkah Sunan Kalijogo di Jatirejo Suruh Semarang#1401 tahun saka#1479#masjid Demak#walisongo#peninggalan walisongo#sunan bonang#sunan gunung jati#sunan ampel#sunan kalijogo#soko guru#masjid#masjid jatirejo#jejak sunan kalijogo# peninggalan sunan kalijogo#Demak# Gunung Merbabu#petilasan Sunan Kalijogo#pakaian sunan kalijogo#surjan#blangkon hitam#sunan jati#kiai petik bawang#mistik#animisme# dinamisme#Hindu#Budha#Hindu#kali klewon#tuk pitu#biji janggleng##jagung#janggleng#biji jati#jaten#biji jagung#desa jatirejo#sunan kalijogo#masjid #arsitektur masjid kuno jawa#iman#islam#ihsan#soko guru#khotib penawangan#sunan bonang dari Demak#SURUH yang berasal dari kata KESUSU PENGIN WERUH#glutuk#masjid agung Demak#desa jatirejo#Gundi dusun Kauman  Desa Jatirejo#Peninggalan sunan kalijogo#Masjid Baturrohim#warga desa Jatirejo#Balai banjang#ziarah balaipanjang#desa Jatirejo#jumat legi#Tongkat khotbah# Makam khotib penawangan#Bencet#jam matahari #masjid#suruh#pasar suruh#kabupaten semarang#jawa tengah#kebudayaan#

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Sunan Kalijogo di desa Jatirejo Suruh kabupaten Semarang

Catatan Lokakarya Orientasi Program Guru Penggerak Angkatan 10 Kabupaten Semarang

Cerita Pengayaan Sains Floem Bikin Galau (kasus mencangkok)